MEGASEX – Cerita ini berawal ketika kakakku yang paling besar yang biasanya di panggil Mas Heri. Semenjak memasuki SMP, dia memang dikenal sebagai playboy. Banyak wanita yang mudah Mas Heri pikat. Kelakuannya bahkan sering memusingkan kedua orang tuaku. Dulunya, Bapakku bekerja di sebuah pabrik tekstil. Tapi karena faktor kesehatan, Bapakku memilik untuk pensiun dini lalu membuka warung kecil-kecilan di depan rumah. Sedangkan Ibuku seorang PNS. Usiaku dengan Mas Heri terpaut sekitar 13 tahun. Kata Ibu, kehamilanku justru tidak disengaja, tapi beliau menerimanya dengan gembira.
Saat lulus SMA, Mas Heri mengambil program kuliah D3. Tapi kuliahnya baru berjalan kira-kira tiga bulan, dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya karena telah menghamili anak gadis orang. Padahal waktu itu usia Mas Heri baru sekitar 18 tahun. Orangtuaku saat itu sangat terpukul, apalagi diketahui kehamilan wanita itu telah memasuki bulan keenam. Akhirnya mereka dinikahkan secara diam-diam. Pernikahan mereka tidak berjalan lama, saat bayinya lahir dan baru berusia sekitar lima bulan, mereka berpisah.
Cerita Sex Diajarin Ngentot, Desahan Manja
Sejak berpisah dengan istrinya yang pertama, Mas Heri sering sekali membawa wanita ke rumah. Kira-kira dua tahun kemudian, Mas Heri kembali memutuskan menikahi seorang wanita yang usianya terpaut dua tahun lebih tua darinya. Waktu itu Mas Heri baru diterima bekerja di pabrik bekas Bapakku dulu bekerja. Orang tuaku tidak bisa berbuat apa-apa, karena wanita yang dinikahi Mas Heri pun bekerja di sebuah bank. Pernikahan baru berjalan enam bulan, tetapi istri Mas Heri sudah melahirkan.
Awalnya kakakku yang kedua perempuan bernama Mbak Dewi itu kadang suka mengasuh anak Mas Heri. Tapi semenjak dia menikah dan diboyong suaminya, akhirnya mereka menyuruh tetangga untuk mengasuh. Belum setahun usia bayi, istri Mas Heri yang kedua itu sudah hamil lagi dan akhirnya dikaruniai anak kembali.
Tapi kembali, pernikahan Mas Heri dilanda masalah. Kebiasaan buruk Mas Heri yang suka main perempuan dan seringnya dia bekerja keluar kota membuat istrinya tidak tahan dan akhirnya mereka memutuskan berpisah. Belum setahun perceraian, kuketahui mantan istri Mas Heri sudah menikah lagi dengan teman sekantornya. Anak-anaknya yang masih kecil itu dibawah oleh mantan istri Mas Heri.
Setelah itu Mas Heri kembali suka membawa wanita ke rumah. Warung Bapakku yang sudah tutup semenjak Mbak Dewi menikah dan seringnya dia hanya bisa berbaring di kamar serta Ibuku yang bekerja membuat Mas Heri leluasa membawa wanita, apalagi di siang hari. Sesekali aku suka memergoki Mas Heri berduaan di kamar belakang dengan wanita, tapi sepertinya Mas Heri suka tidak acuh. Malahan dia suka memberiku uang tutup mulut dan aku pun menerimanya dengan senang hati.
Ya, aku memang termasuk anak yang polos dulunya. Pergaulanku sendiri hanya sebatas teman-teman sekolah. Di rumah, aku jarang sekali main karena Ibuku selalu menyuruhku menjaga Bapak Kadang aku merasa iri dengan Mas Heri yang sepertinya bebas kemanapun dia mau. Akhirnya saat usiaku 13 tahun, waktu itu aku baru masuk SMP, kembali Mas Heri menikahi seorang wanita, tapi kali ini wanita itu berjilbab.
Pernikahan siri dilakukan Mas Heri, berdasarkan kesepakatan keluarga. Wanita yang sebaya dengan Mas Heri itu bernama Mbak Nuri, bekerja sebagai pelayan di sebuah toko baju. Kesehariannya sangat ramah, cara berpakaiannya pun sangat rapi dan sopan dengan terusan baju panjang dan jilbab lebar selalu membingkai tubuhnya yang menurutku agak sedikit berisi. Tapi menurut teman-teman Ibuku, bahkan sebagaian teman sekolahku yang kadang datang mengatakan bahwa kakak iparku itu seksi.
Meski rumah kami agak jauh dari tetangga lain, tetapi Mbak Nuri yang dinikahi Mas Heri itu sesekali suka mendapat pujian dari tetanggaku, terutama dari para lelaki muda. Malah ada teman sekampungku yang bilang, andai dia jadi adik iparnya, pasti tiap hari akan mencoba mengintip kalau dia mandi, begitu candanya kepadaku. Aku sendiri sama sekali tidak menggubrisnya, tapi memang setahun pertama pernikahan, Mas Heri sepertinya betah di rumah. Pulang kerja pun tidak pernah telat.
Ibuku sendiri merasa senang, meski Mbak Nuri bekerja, tapi dia selalu membantu menyiapkan makanan, bahkan membersihkan rumah. Jika Mbak Nuri masuk pagi, biasanya baru sore harinya dia mencuci baju suaminya, bahkan kadang bajuku pun dia cuci. Jika dia kerja siang, paginya selain mencuci, dia juga membantu menyiapkan makanan. Hal itu membuat Ibuku senang, kehadiran Mbak Nuri sungguh memperingan kerja rumah tangga Ibuku.
Aku sendiri biasanya membantunya menimbakan air jika dia hendak mencuci, Ibuku yang menyuruhku agar Mbak Nuri ngak kecapekan. Lama-lama aku dan Mbak Nuri jadi semakin akrab. artikelbokep.com Dia malah sring menyuruhku makan jika dia membuatkan sesuatu. Katanya supaya tubuhku gagah seperti Mas Heri, tidak kurus seperti sekarang. Ya, tubuhku memang agak kurus, apalagi tinggi badanku yang lumayan membuat aku kelihatan agak ringkih. Tapi aku sendiri tidak begitu peduli, lagian aku tidak kurus-kurus amat. Selain itu, tidak jarang Mbak Nuri memberiku uang jajan.
Awalnya kami berpikir Mas Heri sudah berubah dengan kehadiran Mbak Nuri yang membuat dia betah dirumah dan menyenangkan hati Ibuku. Bahkan jika kebetulan Mbak Nuri libur, Mas Heri sering datang siang hari, dan bercanda gurau di kamar dengan Mbak Nuri. Tingkah Mbak Nuri pun suka aneh, biasanya jika mereka berdua kulihat cara bicara Mbak Nuri suka berbeda atau menjadi sedikit genit. Berbeda jika ada Ibuku.
Tapi ternyata waktu berkata lain, setahun lebih pernikahan mereka kesibukan Mas Heri menjadikan dia kadang jarang ada di rumah. Semenjak mendapat tugas pengawas pemasaran, Mas Heri jadi makin sering keluar kota. Meski tidak menganggu keharmonisan mereka, tapi kadang hal itu membuat Mbak Nuri jadi sering melamun sendiri.
Awalnya tidak begitu kelihatan, maklum jika di depan semua orang sepertinya tidak ada apa-apa. Tapi jika dia sendirian, tidak jarang aku memergokinya sedang melamun. Bahkan sesekali sering aku mendengar keluhannya, walau awalnya aku tidak mengerti saat dia sedang berdua dengan Mas Heri. “Mas, jangan capek terus dong,” katanya. Dan ditanggapi Mas Heri dengan lenguhan lesu. Semenjak itu, Mbak Nuri seperti mencari kesibukan juga. Dia kadang mengambil kerja lembur.
Dan kemudian, siang itu, awal dari makin dekatnya hubunganku dengan Mbak Nuri. Siang itu hari begitu panas, aku sebenarnya baru pulang dari sekolah dan sedang makan. Tapi karena udara panas, aku memutuskan untuk mandi. Aku lihat bak mandi kosong, akhirnya aku yang sudah tidak berpakaian itu langsung menimba air. Sedang asyik menimba, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Aku sendiri tidak begitu kaget saat kemudian Mbak Nuri nongol dan tersenyum. Cerita Sex Diajarin Ngentot
“Maaf, kirain ngak ada orang,” katanya.
Aku tidak merasa malu dan biasa saja, bahkan saat Mbak Nuri terus memandang batang kontolku.
“Mbak mau apa?” kataku sambil kemudian aku perlahan mengambil handuk yang mengantung tidak jauh dariku dan melilitkannya ke pinggang.
“Mbak mau pipis!” katanya.
“Ya sudah Mbak duluan aja,” kataku. Aku kemudian keluar.
Setelah itu, tidak ada hal yang luar biasa, hanya kulihat Mbak Nuri selalu tersenyum ke arahku, “Mbak kok pulang cepat?” kataku.
“Iya, minta ijin, ngak enak badan,” katanya.
Setelah itu aku langsung masuk kamar, mengerjakan tugas-tugas sekolah. Bahkan ketika Ibu pulang, aku masih asyik di kamar. Besoknya saat pulang kerja, Mbak Nuri mengetuk pintu kamarku, “Mbak bawah martabak nih,” katanya.
Aku langsung keluar, dan kulihat jam tiga sore Mbak Nuri membawa martabak ke kamar depan, “Biasa Bapak lagi baca di kasurnya,” kata Mbak Nuri tanpa ditanya. “Dari kemarin panas aja ya?” tambahnya lagi.
“Iya Mbak, padahal tadi aku sudah mandi, tapi tetap keringatan,” kataku.
“Jadi tadi nimbanya bugil lagi?” kata Mbak Nuri. Aku hanya nyengir, “Kamu ngak malu ya kepergok Mbak?” tanyanya lagi.
“Ngak sadar Mbak. Tapi ngak apa-apa, Mbak kan bukan orang lain,” katkau polos.
Tiba-tiba tangan Mbak Nuri mengusap-usap pundakku. “Mbak juga mau mandi, baknya penuh ngak?” katanya.
“Tadi sih masih setengah. Ngak apa-apa nanti aku isi,” jawabku sambil makan martabak.
“Ya sudah, makan dulu aja,” katanya kemudian dia masuk ke kamarnya. Tidak lama dia keluar, saat itu kulihat dia berpakaian daster dengan belahan sangat rendah. Bisa kulihat tonjolan payudaranya yang besar dan montok. Di tangannya ada handuk, BH, jilbab dan celana dalam. Dia kemudian duduk di sampingku.
“Duh, panas ya?” katanya sambil mengipas-ngipaskan tangan.
Ini baru pertama kalinya aku melihat dia berpakaian seperti itu. Biasanya dia memakai baju panjang dan jilbab yang sangat sopan, tapi semua itu sama sekali tidak mempengaruhiku. filmbokepjepang.sex Dasar aku masih sangat polos. Bahkan saat kemudian dia mengajakku bicara dengan sedikit lain dari biasa, agak genit dan banyak usapan mesra di pahaku, aku tetap tidak bereaksi.
Sejak itu tingkah Mbak Nuri menjadi agak berbeda, terutama jika kami sedang berdua. Tidak jarang dia mengelus kepalaku, bahkan pahaku saat bercanda. Awalnya aku agak risih, tapi kemudian aku acuhkan. Saat itu, aku sama sekali tidak mengerti bahkan ketika dia menanyakan sesuatu yang berbau dewasa, aku menjawabnya dengan polos.
“Kamu punya pacar belum?” katanya.
“Belum Mbak,” jawabku.
“Tapi sudah mimpi kan?” tanyanya lagi.
Aku mengangguk.
“Pertama kali kapan mimpinya?”
“Awal kelas dua kemarin Mbak,” aku menjawab.
“Mimpinya sama siapa hayo, pasti cewek ya?” tanyanya.
“Ngak tahu Mbak. Sudah lupa,” kataku.
“Enak ngak mimpinya?” tanyanya terus.
“Ngak tahu Mbak, lupa. Tahu-tahu sudah basah saja,” kataku.
Ya kadang Mbak Nuri menanyakan hal-hal sensitif, tapi aku merasa biasa saja walau kadang kulihat dia cekikikan sendiri mendengar jawaban polosku. Lama-lama, kulihat Mbak Nuri pun makin tidak malu dihadapanku. Aku jadi sering melihatnya keluar kamar mandi hanya mengenakan handuk sedada, membiarkan paha mulusnya kemana-mana. Bahkan sepertinya dia sengaja melakukan itu, walau seringnya aku sendiri tidak begitu memperhatikannya.
Dan siang itu, saat dia terus memperhatikanku, aku menganggapnya biasa. “Mbak lihat kamu garuk-garuk kontolmu terus, kenapa, gatal?” tanyanya saat aku hendak ke kamar mandi.
“Iya Mbak, numbuhnya makin banyak,” kataku tanpa sungkan karena dia pernah menyinggungnya. Dan saat itu aku bilang, “Kata temanku cukur saja supaya ngak gatal,” tapi Mbak Nuri bilang, “Jangan, bisa makin gatal.”
“Cuku aja kali ya Mbak?” kataku.
“Ya sudah, tapi biasanya makin gatal. Nanti Mbak beliin bedak,” katanya.
Aku kemudian kencing. Selesai kencing kulihat Mbak Nuri keluar dari kamarnya, “Nih, kalau mau cukuran, pakai ini aja. Tapi jangan bilang-bilang Mas Heri kamu kalau alat cukurnya dipakai buat nyukur bulu kontolmu,” katanya cekikikan.
“Iya Mbak,” aku ikut tersenyum.
“Nanti alatnya bersihin lagi ya, supaya ngak ketahuan kalau habis dipakai,” katanya. Aku hanya mengangguk, “Hati-hati luka, atau mau Mbak yang cukurin?” katanya senyum-senyum.
“Ngak Mbak malu. Biar aku aja nanti,” katkau menolak.
“Ya sudah, cepat sekarang aja, mumpung Mas Heri belum pulang,” kata Mbak Nuri.
Aku kemudian ke kamarku sambil membawa handuk. Duduk di ranjang, mulai kucukur bulu kontolku. Setelah selesai aku kemudian mandi, tapi benar, kurasakan gatalnya tidak hilang, malah semakin terasa. artikelbokep.com Dan kulihat, aku tidak bisa mencukur bersih. Saat keluar kamar mandi, kulihat Mbak Nuri sudah ada di dekat pintu. Baju gamisnya sudah berganti dengan daster berbelahan rendah. Jilbabnya juga sudah dia lepas, memperlihatkan rambut lurusnya yang panjang sepunggung.
“Sudah?” tanyanya. Aku hanya mengangguk. “Kok cepat? Masih gatal ngak?” katanya.
“Iya Mbak. Gimana ya Mbak?” kataku.
Tangannya kemudian mengusap pundakku, “Apa kata Mbak, mending didiemin saja,” katanya. “Mau dikurangi ngak supaya ngak gatal amat?” tawarnya. Aku hanya mengangguk, “Tapi janji jangan bilang siapa-siapa, termasuk ibu dan kakakmu,” bisiknya. Aku mengangguk lagi.
“Sini,” dia menarik tanganku, kemudian kami berdiri di balik pintu kamar mandi. “Kamu merem, awas jangan ngelihat!” katanya.
Aku yang waktu itu masih handukan menuruti apa katanya. Tiba-tiba kurasakan tubuhnya merapat ke tubuhku. Satu tangannya kurasakan mulai meraba kontolku dan aku hanya diam saat kemudian kurasakan tanganya masuk ke dalam handukku. Sesaat kemudian kurasakan kontolku menempel pada benda berbulu, “Mbak” kataku mulai tidak tenang.
“Ngak apa-apa, diam saja. Nanti ngak gatel lagi, kamu pasti suka,” katanya.
Perlahan kurasakan ujung kontolku digosok-gosokkan ke benda berbulu itu. Ada rasa geli kurasakan, selain rasa hangat yang mulai menjalar cepat di batang kontolku yang akhirnya membuatnya bangun dan menegang.
“Mbak, geli ah!” kataku parau. Mataku masih tetap merem.
“Ngak apa-apa, bentar lagi juga ngak,” katanya.
Aku tidak berani melihat, walau saat itu sebenarnya aku tidak begitu memejamkan mata. Wajahku ada di pundak Mbak Nuri. Bisa kucium wangi keringat di lehernya dan membuat kontolku makin mengeras serta menegang. Dan saat sudah benar-benar terbangun, kurasakan Mbak Nuri makin menekan kontolku, melewati ruang hangat yang sempit dan lembab.
“Mbak, sudah ah, jangan!” kataku gugup. Dalam hati aku ingin mencegah, tapi kenikmatan yang kurasakan di ujung kontolku membuatku membatalkannya.
“Ngak apa-apa, tenang aja. Nanti gatalnya hilang sendiri,” katanya membujuk.
Sebenarnya rasa gatal sudah tidak kuingat lagi, aku hanya merasakan nikat yang menjalar di sekujur tubuhku, apalagi saat kontolku makin dalam masuk ke lubang hangat itu. Aku makin melayang dan saat itulah tiba-tiba kurasakan pantat Mbak Nuri bergerak pelan, memompa maju-mundur membuat kontolku menggesek lubang sempit itu. Nikmat… Nikmat sekali kurasakan.
“Mbak ngapain?” tanyaku tidak mengerti.
“Ngak apa-apa, tenang aja. Kamu agak turun,” katanya sambil menekan pundakku dan aku sedikit menurunkan kakiku.
Kini posisi kami benar-benar pas. Kontolku masuk sempurna di lubang sempit itu. Rasa geli makin menjalar di sekujur tubuhku saat kontolku menggesek dinding-dinding basah yang melingkupinya. Nikmat yang baru pertama kali kurasakan setelah 13 tahun lahir di dunia ini. Sampai akhirnya aku merasa tidak kuasa.
“Mbak, rasanya aku ada yang mau keluar,” kataku berbisik.
“Keluarin aja,” katanya sambil terus menggerakkan pinggulnya menyetubuhiku.
Dan, “Crooottt….. croooott….. croooottt….” kudekap tubuh montok Mbak Nuri erat-erat saat cairanku membanjir keluar. Rasa nikmat seperti mimpi basah, tapi yang ini lebih enak karena benar-benar nyata.
“Kamu merem terus ya tadi?” tanya Mbak Nuri dan kurasakan kontolku dia lepas dan dilap dengan ujung dasternya. Aku mengangguk, “Sudah,” katanya. Dia meraih handyukku dan menglingkarkannya lagi ke pinggangku. “Gimana, hilang ngak gatalnya?” dia bertanya. Aku hanya mengangguk, “Ingat, jangan bilang siapa-siapa ya?” bisiknya. Aku hanya mengangguk lagi. Entah kenapa, aku kesulitan untuk menanggapi pertanyaannya.
Aku kemudian kembali ke kamarku, saat selesai berpakaian, kulihat Mbak Nuri masih ada di kamar mandi. Aku kemudian makan, saat makan Mbak Nuri yang baru selesai mandi, tersenyum ke arahku. Seperti biasa, dia cuma menutupi tubuh moleknya dengan handuk. Sambil mengunyah, kupandangi pahanya yang putih mulus saat dia berlalu ke kamar. Selesai makan, Mbak Nuri sudah berpakaian rapi dengan baju panjang dan jilbab besar. Dia lalu menghampiriku.
“Masih gatal?” tanyanya ramah.
“Sedikit Mbak,” kataku. “Mbak tadi ngapain sih?” aku bertanya. Entah, saat itu aku tidak tahu mau bicara apa.
“Enak ngak?” bukannya menjawab, dia malah balik bertanya.
Aku mengangguk, “Mbak masukin kontolku ke anunya Mbak ya?” tebakku tidak percaya.
“Iya, jangan bilang siapa-siapa ya?” dia tersenyum dan aku mengangguk mengiyakan. Siapa juga yang bakal bilang-bilang? Kemudian tangannya meraba boxerku, “Coba lihat,” katanya. Entah kenapa, aku hanya diam saja tidak protes. Mungkin karena teringat rasa nikmat tadi. vidio bokep
“Pantes, kamu nyukurnya ngak rapi,” katanya.
“Iya Mbak. Tapi ngak apa-apa. Nanti bisa dirapiin,” kututup lagi celanaku.
“Mbak mau loh bantu ngerapiin,” dia tertawa genit sebelum berlalu dari ruang makan. Aku hanya diam saja dan segera membawa piring kotorku ke belakang untuk dicuci.
Peristiwa itu terus aku ingat, bahkan sampai Ibu pulang pun aku masih melamunkan kejadian tadi. Dan esoknya aku bahkan ingin cepat-cepat pulang, walau aku tahu Mbak Nuri masih bekerja. Jantungku berdegup kencang ketika jam menunjukkan sekitar pukul dua siang. Aku terus melihat ke jendela, bahkan ketika sosok Mbak Nuri terlihat dari jauh, jantungku makin berdegup tidak karuan. Ketika kudengar pintu depan dibuka, aku malah masuk ke kamarku.
“Kamu sudah makan?” tanyanya saat melintas di depan kamarku. Aku mengangguk pura-pura membaca buku. Dia kemudian berjalan ke belakang entah apa yang ada dipikiranku saat itu, aku akhirnya keluar dan menunggunya di meja makan. Tidak lama kemudian dia muncul.
“Mbak ngak makan?” kataku saat kulihat dia minum dan hendak masuk kamar lagi.
“Tadi sudah makan bakso, masih kenyang.” katanya.
Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, jadi kubiarkan Mbak Nuri masuk ke kamarnya. Aku terus duduk menunggunya keluar, saat itu entah kenapa kurasakan kontolku bergerak dan perlahan-lahan mulai menegang dan mengeras. Saat sudah nganceng maksimal, pintu kamar Mbak Nuri terbuka. Aku melihat ke arahnya dan tersenyum.
“Lagi apa, kok masih di sana?” kata Mbak Nuri curiga. Dia sudah berganti pakaian, tapi masih tetap baju terusan panjang dan jilbab lebar.
“Ngak Mbak.. Ini…” jawabku bingung. “Kenapa kontolku gatal terus ya Mbak?”
Mbak Nuri tersenyum, kemudian menghampiriku. Dia melotot melihat celanaku yang sedikit nimbul. Perlahan dia meraba dan senyumannya menjadi makin lebar. “Mau kayak kemarin ngak?” katanya menggoda dan aku langsung megangguk cepat.
“Di kamar Mbak aja yuk,” dia mengajak. Aku mengangguk lagi, segera kuikuti langkahnya. Sampai dikamar Mbak Nuri menyuruhku berbaring, aku menurut. Perlahan dia menarik celanaku dan tersenyum, “Iihh.. kok sudah bangun sih?” katanya gemas.
“Ngak tahu Mbak,” jawabku malu.
Aku sempat kaget saat kemudian tanpa malu, Mbak Nuri membuka satu persatu pakaiannya, termasuk juga jilbab putih yang dia kenakan. Kulihat payudaranya yang besar dan bulat menggantung indah di depan dadanya. Warnanya putih dan mulus sekali serta ada banyak urat-urat halus kehijauan di sekujur permukaannya. Tapi yang membuatku tidak berkedip adalah tonjolan puting di puncaknya yang berwarna merah kecoklatan. Benda itu tampak mungil dan menggemaskan sekali.
Kemudian kualihkan pandanganku ke kumpulan rambut hitam di bawah pusarnya terlihat cukup lebat dan panjang. Sepasang pahanya juga tampak mulus menggiurkan, ditambah bulatan bokong yang pada dan mengkal Jadilah dia sangat sempurna sekali dimataku. Mbak Nuri kemudian berbaring disampingku.
“Ayo naik, tempelin kontolu di anunya Mbak,” bisiknya di telingaku.
Aku pun naik ke atas tubuhnya lalu kutindih dia dan kupeluk erat. Mbak Nuri membalas dengan merangkul tubuh kurusku tidak kalah eratnya. jantungku bergejolak saat kontolku perlahan menempel di depan lubang memeknya. Mbak Nuri lalu membuka kakinya sekarang sehingga aku bisa melakukannya dengan mudah. Kudiamkan sebentar, kubiarkan alat kelamin kami saling menempel dan menyapa. Saat itu Mbak Nuri menekan-nekan payudaranya di dadaku dan memintaku untuk memegang seta meremasnya.
“Kontolmu besar ya?” bisiknya saat tanganku mulai meraba dan mengelusnya pelan. Kurasakan betapa empuk dan halus permukaannya. Putingnya yang terasa mengganjal di sela-sela jariku, kujepit dan kupilin-pilin ringan. Mbak Nuri tersenyum melihatnya.
“Mbak masukin ya?” kataku sambil mengecup pipinya. Dia mengangguk dan kemudian meraba kontolku. Dengan bantuan tangannya, perlahan kontolku mulai masuk ke ruang hangat dan sempit yang sejak tadi aku inginkan.
“Nah gerakin naik turun,” katanya saat batang kontolku sudah terbenam total di dalam lubang memeknya.
Aku menurut sambil terus meremas-remas bulatan payudaranya, perlahan aku mulai menggerakan pantatku, mengikuti arahan tangannya yang ada di pinggangku. Rasa nikmat menjalar di seluruh tubuhku saat alat kelamin kami saling bertemu dan bergesekan. Ironisnya, nikmat itu kudapatkan dari wanita yang seharusnya menjadi milik kakakku Mas Heri.
Di atas ranjangnya, kudapati kenikmatan yang luar biasa saat kontolku mulai bergerak cepat di atas memek tembem Mbak Nuri. Nikmat yang selalu terbayang di kepalaku ketika aku melihat tubuh mulusnya, sehabis mandi. Mbak Nuri pun seakan tidak mau hanya pasrah menerima sodok-sodokanku, perlahan mulutnya mulai menghisap tetekku, memberi kenikmatan lain yang menjadikanku semakin tidak peduli bahwa aku telah merasakan kenikmatan terlarang dari seorang wanita yang bukan milikku.
“Mbak….. enak Mbak…” kataku lirih.
“Masukin yang dalem!” sahutnya parau. Dan saat aku melakukannya, “Ohh… ya begitu… terus…. oooohhh… terus!” desah Mbak Nuri keenakan.
“Begini ya Mbak?” kataku sambil mencium bibirnya dan melumatnya pelan.
“Iya, kontolmu enak! Terus…. Ooohhh…. ” kata Mbak Nuri gelagapan.
“Mbak… Oohh…. Mbak…. Aaaahh… aaahhh….” akhirnya aku tidak kuasa menahan desakan air maniku.
Sambil menekan batang kontolku dalam-dalam, kubiarkan cairan putih lengket itu keluar di lubang memek kakak iparku. Setelah satu menit, perlahan aku terkulai di atas tubuh mulus Mbak Nuri.
“Mbak… enak mbak,” bisikku pelan.
“Mau lagi?” tanyanya pelan.
“Istirahat dulu Mbak,” kataku sambil mencabut kontolku.
Kuperhatikan lelehan spermaku yang merembes keluar dari celah memek Mbak Nuri. Dia mengelapnya dengan tisu yang ada di atas meja.
“Ambilkan Mbak minum ya? Haus nih,” dia meminta.
Setelah meremas-remas payudaranya sebentar, aku pun keluar menuju dapur. Tubuhku tetap telanjang lalu kubawakan Mbak Nuri segelas air dingin. Dia hanya tersenyum saat menerimanya. Setelah menghabiskan isi gelasnya, dia menghampiriku di tepi ranjang.
“Bentar lagi Ibu pulang,” bisiknya penuh arti.
“Iya Mbak, gimana nih?” kataku. “Aku kan masih pengen,”
Begitulah kisah pengalamanku diajari ngentot oleh kakak iparku. Sampai saat ini aku masih melakukan hubungan badan dengan Mbak Nuri sampai dia mempunyai 2 orang anak dari Mas Heri. Tapi anak keduanya sangat mirip dengan mukaku, apa mungkin itu anakku hasil hubunganku dengan Mbak Nuri? Cuma Mbak Nuri yang tahu.